Ya sudahlah…

“Dunia kita seperti dunia Harry Potter…” celoteh seorang teman (???). Dunia yang lain dari dunia manusia jaman kini. Banyak hal yang ditentukan oleh Penguasa jagat raya ini, yang memang semestinya dipatuhi hanya terpatuhi di dunia Harry Potter kita. Sebuah dunia yang dipandang aneh, asing, oleh manusia jaman kini. Lelah yang menyelimuti, sakit yang perih, pedih yang lebih, adalah harga yang harus ditukarkan untuk mendapat kebahagiaan hakiki di dunia Harry Potter kita…..

——————————————————————————————————–

Ada yang berbeda di pagi yang fitri ini. Setelah berhasil ‘kabur’ dari rumah di Maja sore sebelumnya (karena sebenarnya ibu mengijinkan dengan berat hati), akhirnya saya menghirup kembali udara pagi di desa tempat saya menghabiskan masa-masa Sekolah Dasar yang penuh kenangan; Sadasari. Sawah, keong, kebun, berburu, biji-bijian, mangga, sungai, gunung Ciremai, pendakian, petualangan, teman-teman…. Hfff…segarnya udara ini, hangat dan kilaunya mentari yang menerpa kubah emas masjid ini, putihnya lautan rukuh jama’ah shalat ‘id ini,,, sedikit menghibur dan menghalau kegalauan juga rasa campur aduk malam tadi.

Ketergantungan terhadap makhluk seperti ketergantungan pecandu terhadap opiat harus diterapi, sebelum ketergantungan menjadi akut atau bahkan kronis. Sakit. Tapi jauh lebih sakit jika ketergantungan diakhiri nanti-nanti… luka, duka… bunga-bunga yang bersemi menunduk layu. Tak apa, bunga itu akan bersemi kembali pada musim yang tepat, di saat Rabb dan seluruh alam membisikinya ridho…

Tanpa Ibu, tanpa Ama (sebutan untuk Bapak), dan tanpa keluarga sedarah. Usai ‘id, berdua bersama Bi Erah (orang yang sejak lebih dari 10 tahun lalu membersamai keluarga kami) mengelilingi desa Sadasari yang tidak begitu luas. Banyak komentar yang terlontar dari warga desa,

“ Oh ini Teteh, anaknya Bu Ene? Pak Pepen?”

“ Mana Ibu dan Ama?”

“ Pangling, sudah besar ya si Teteh…”

“ Duuuh, meni jangkung badag… (Duuuh, sekarang udah tinggi besar…)” ag%$xzy*

” Masih di Jogja?”

Macam-macam, Bi Erah pun tak lelah memperkenalkanku kembali (yang memang sudah berubah ini) kepada warga.

Sayang, teman-teman SD yang bermaksud kutemui justru tidak ditemukan. Ke mana gerangan? Rata-rata sudah menikah, berkeluarga, punya momongan, dan sedang silaturrahim ke rumah mertua di desa sebelah atau tempat lain, atau sedang berziarah ke makam (lebih parah ada yang sedang tidur, sodara-sodara! >.<). Gontai menapaki jalan di gang sempit desa. Sudah kutelusuri hampir semua rumah dari ujung ke ujung, dari yang masih kukenal sampai tidak kukenal. Hanya satu dua teman SD yang berhasil kutemui, itu pun hanya sekedar say hello, say hapunten kalepatan abdi, tanpa babibu, segera ngacir ke rumah-rumah lainnya. Lain waktu, kata Bi Erah.

Hmmm… teman-teman sepermainanku… seperti membaca pikiranku, Bi Erah dengan entengnya berkata : ‘Tenang, Teteh pan tos gaduh kabogoh di Jogja. Kantun ondanganna wae nya Teh… (Tenang, kan teteh udah punya pacar di Jogja. Tinggal undangannya aja ya Teh…)”

Deg. Seperti ada yang menohok. Siapa kabogoh saya coba? Orang sambil lalu? Perasaan campur aduk tak karuan kembali menyeruak. Luka yang baru saja mati-matian kujahit tiba-tiba lepas! Huhuhu…sakit euy… kucoba untuk tersenyum sambil menjahit kembali… T,T

“ Tinggal Teteh di antara temen-teman SD, perempuan yang belum ketemu jodohnya di pelaminan.” celetuk Bi Erah lagi.

“ Atuh, ko’ orang desa pada cepet nikahnya sih Bi?” tanyaku polos.

“ Memang mau ngapain lagi? Kalo Teteh sakola wae sih, orang-orang di sini mah sudah pada penat untuk sekolah Teh…” begitulah, gambaran warga desa ini…

Krik, krik,krik, sepi. Menyusuri kembali jalan pulang ke rumah Bi Erah tempat menginap semalam.

Pulang ke rumah di Maja, mang Elin (adek ibu) yang datang dari Kadipaten berkomentar; “Teh, kalo nikah jangan sama orang Jawa yang kalem kayak suaminya Bi XXX dan Bi YYY (adek ibu juga). Nanti kasihan kalian tindas…”

???

Sampun…sampun…” Mang Elin menunduk-nunduk membuat drama sendiri. Saya dan sepupu-sepupu sebaya hanya tersenyum dikulum dan tiba-tiba terngiang koor teman-teman tentang lagu kebangsaan plesetan KKN :

Wanita menjajah pria sejak dulu…

(Kalo di Fakultas Farmasi atau Psikologi mungkin terdengar wajar : )

Sudah setua ini, komentarnya tentang itu-itu lagi, baca Qur’an; yang mencolok adalah kata ‘azwajaa‘ lebih dari 5x terbaca …Jadi pusing.

Pelajaran hari ini:

Jika semua yang kita ingin harus kita miliki, dari mana kita belajar keikhlasan?

Jika semua yang kita mau harus terpenuhi, dari mana kita belajar kesabaran?

Jika kehidupan kita selalu bahagia, dari mana kita mengenal Allah lebih dekat?

Tetaplah yakin bahwa segala ketentuanNya terbaik untuk kita

(dikutip dari SMS Nci…:)

Tinggalkan komentar